22.10.14

Sebenarnya Merindu


Karena satu titik, jari ini pun menjentik. Aku terganggu. Aku berharap saat fantasiku bermanja, kau benar hadir disana.

Aku pergi tuan. Aku pun tak ingin berjanji kembali. Karena kepergianku bukan semata untuk melarikan diri, tapi untuk menyembuhkan hati. Bukan kebodohan jika dari semula hati tak bisa mendeteksi kecewa yang nantinya akan berformula. Aku payah. Hati terlalu semberono menaruh karpet merah sebagai penyambutan istimewa bagi kamu di waktu yang salah. Jika saja ada satu kata yang keluar dari mulutmu untuk menahanku pergi, aku pasti luluh dan batal tereliminasi. Tapi sayangnya tidak. Sepenting apa aku hingga bisa membuatmu menahanku?

Tepat disana, tepat di tempat yang tak mampu kugapai. Seluruh kenangan merangkak dan berkumpul mengganggu benak. Aku menyilangkan tangan memberi tanda sebuah penyelesaian. Ini bukan sesuatu yang mudah. Kakiku beranjak pergi, sementara kepala ini enggan menghapusmu dari memori. Ini bukan sesuatu yang mudah, tapi  aku akan tetap melangkah. Aku pasti akan sangat rindu. Saat aku menunjuk titik itu, kosong akan menjadi pusatnya. Tidak ada lagi kamu, hanya ada sekumpulan rindu. Sebentar lagi jarak resmi menjauhkan, dan sebelum hati disembuhkan aku akan selalu merindukan. Still and always tuan

No comments:

Post a Comment